BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam pendidikan kita mengenal ada tiga ranah yang menjadi ukuran
penilaian dalam pembelajaran, yaitu kognitif, afektif, psikomotorik.
Masing-masing ranah mempunyai kriteria-kriteria tertentu dalam pengukurannya.
Begitu pula dengan cara pengukurannya, tiap-tiap ranah tentu berbeda.
Pengukuran pada ranah afektif tidak semudah melakukan pada pengukuran
kognitif. Namun itu bukan berarti ranah tersebut tidak dapat diukur. Ada
kriteria-kriteria tertentu ang menjadi pedoman dalam pengukuran ini. Dalam
makalah ini akan dibahas mengenain apa itu ranah afektif, apa saja tahapannya
serta bagaimana cara kita mengukur ranah tersebut. Dengan makalah ini
diharpakan kita dapat lebih memahami mengenai ranah afektif dan nantinya dapat
mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian ranah afektif ?
2.
Bagaimana tahapan- tahapan dalam ranah afektif ?
3.
Aapa saja kriteria yang dikembangkan dalam ranah afektif dan cara pengukurannya?
BAB
II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi,
dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah
laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam,
kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya
yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di
terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam
dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi di bagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1.
Receiving atau attending (menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang
dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam
bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Receiving atau attenting juga
sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan
atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia
menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau
menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan
nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: Peserta
didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus
disingkirkan jauh-jauh.
2.
Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat
reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang
receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggali lebih dalam
lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
3.
Valuing (menilai, menghargai). Menilai atau menghargai artinya
mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau
obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa
kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi
lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar
mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan
tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena,
yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan
mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik
telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized)
dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik.
Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang
kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah
maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
4.
Organization (mengatur
atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga
terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur
atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain.,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif
jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional
yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari
kemerdekaan nasional tahun 1995.
5.
Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi
nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu
telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.
Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta
didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang
mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang
telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu
karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat
diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah
memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT
yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah,
dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
b. Karakteristik yang
Dikembangkan dalam Ranah Penilaian Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk
diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku
seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah sikap, minat, intensitas,
arah, dan target.
Berikut ini ada lima karakteristik afektif yang penting untuk
dikembangkan berdasarkan tujuannya, yaitu :
- Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka
atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara
mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta
menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses
pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap
sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.Menurut
Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk
merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep,
atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah
atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk
ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran,
misalnya PAI, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran
PAI dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah
satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman
belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran
menjadi lebih positif.
2.
Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang
terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek
khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.
Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau
keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting
pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik
afektif yang memiliki intensitas tinggi.Penilaian minat dapat digunakan
untuk:mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam
pembelajaran,mengetahui bakat dan minat peserta didik yang
sebenarnya,pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, dan
menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas. Mengelompokkan didik yang
memiliki peserta minat sama, dll.
3.
Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu
terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas
konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri
biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri
bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah
kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.Konsep diri ini penting untuk
menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta
didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan
motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
4.
Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang
perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.
Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah
keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada
keyakinan.Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa
sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif.
Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada
situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu
nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu
dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa
manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini
menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan
pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang
bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan
personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5.
Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral
anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral
dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui
penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada
bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.Moral berkaitan dengan perasaan
salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap
tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi
orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering
dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang
berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan
keyakinan seseorang.Ranah afektif lain yang penting adalah kejujuran,
integritas, adil dan kebebasan.
c. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya
menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah
afektif dilakukan melalui dua hal yaitu :
a. Laporan diri
oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim.
b. Pengamatan
sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dengan menggunakan lembar
pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif,
karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
- Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
- Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
- Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
- Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai.
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian
afektif adalah Skala Likert.
Contoh
Skala Likert: Minat terhadap pelajaran PAI
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
2.
Pelajaran PAI sulit
|
||||
3.
Tidak semua harus belajar PAI
|
||||
4.
Pelajaran PAI menarik
|
Keterangan:
SS : Sangat
setuju
S : Setuju
TS : Tidak
setuju
STS : Sangat
tidak setuju
BAB
III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Ranah afektif
adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ciri-ciri
hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah
laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: Receiving
atau attending, Responding, Valuing,dan Organization, Characterization
by evalue or calue complex.
Ada lima tipe
karakterstik ang penting untuk dikembangkan dalam ranah afektif, yakni sikap,
minat, konsep diri, nilai dan moral.
Daftar
Pustaka
Sudijono
Anas.1996.Pengantar Evaluasi Pendidikan.Jakarta : Rajagrafindo Persada
Mujio.
1995.Tes Hasil Belajar. Padang : Bumi Aksara
M.
Ngalim Purwanto.2002. Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung
: Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar